Selasa, 30 Oktober 2012

Strategi Australia Kini Melirik China dan Indonesia


PM Australia, Julia GillardBagi Perdana Menteri Julia Gillard, Australia merasa perlu melakukan orientasi ulang kebijakan luar negerinya. Soalnya konstelasi hubungan internasional bakal berubah dalam 20-30 tahun ke depan, dan perubahan itu sudah mulai terlihat saat ini. 

Berbeda dari negara-negara kebanyakan, Australia merasa perlu membuat proyeksi seperti apa pola atau kecenderungan global di masa datang dan bagaimana harus bersikap.
"Meramalkan masa depan penuh dengan risiko, tetapi risiko yang lebih besar adalah jika kita alpa tidak merencanakan masa depan kita sendiri. Sebagai bangsa, kita menghadapi pilihan: hanyut saja mengikuti arus ke masa depan kita atau secara aktif membentuknya," kata Gillard.
Maka butuh waktu setahun bagi Australia dalam menyusun "Buku Putih" untuk mengkaji kembali kebijakan-kebijakan mereka di masa datang. Dalam Buku Putih itu terkandung pesan bahwa Pemerintahan Gillard, menegaskan kebijakan-kebijakan negaranya kini harus lebih dekat ke Asia. Dimotori oleh China dan India, Asia diyakini bakal mendominasi perekonomian dunia dalam beberapa puluh tahun ke depan. 
"Apapun perkembangan yang terjadi di abad ini, maka akan membawa Asia kepada kepemimpinan global. Ini tidak saja tak tertahankan, namun laju kebangkitan Asia kian pesat," kata Gillard, seperti dikutip kantor berita Reuters, saat Minggu kemarin meluncurkan Buku Putih kebijakan luar negeri Australia di masa depan. Dokumen kebijakan itu bernama "Australia in the Asian Century."
Dokumen itu menjabarkan 25 tujuan kebijakan luar negeri Australia, yang harus dipenuhi pada tahun 2025. Strategi ini menjabarkan cara-cara Australia untuk lebih mendekatkan diri dengan Asia, mulai dari peningkatan hubungan dagang hingga mempopulerkan bahasa Mandarin maupun bahasa Asia lainnya di sekolah-sekolah. 
Pergeseran kekuatan
Gillard mengatakan, dengan diluncurkannya dokumen strategi setebal 312 halaman itu, dia ingin Australia meninggalkan pola pikir lama, yang masih menganggap Eropa sebagai prioritas. Kini, menurut dia, merupakan Abadnya Asia dan, sebagai tetangga, Australia harus lebih dekat ke mereka. 
"Skala dan laju kebangkitan Asia sangat menakjubkan dan ada banyak peluang dan tantangan signifikan bagi semua warga Australia," kata Gillard saat menjelaskan garis-garis besar dokumen strategi itu di Lowy Institute, Sydney.
"Tidak cukup bagi kita hanya mengadalkan keberuntungan. Masa depan kita akan ditentukan oleh pilihan-pilihan yang kita buat dan bagaimana kita terikat dengan kawasan yang kita huni," lanjut Gillard seperti dikutip stasiun berita BBC. 
Maka, menurut dia, Australia harus mengantisipasi besarnya peluang yang ditawarkan Asia, termasuk di sektor pariwisata. Asia pun sangat antusias mendapatkan hasil-hasil tambang yang menjadi andalan Australia. 
Sejak awal dekade 1970an, Australia menjalin hubungan diplomatik dengan China, Jepang dan negara-negara Asia lainnya. Kini dua negara Asia itu merupakan mitra dagang utama Australia, sedangkan AS hanya di peringkat ketiga dan diikuti oleh Korea Selatan. 
Menjelaskan beberapa garis besar dari Buku Putih itu, Gillard memaparkan apa saja yang akan membuat Asia menjadi kekuatan yang berpengaruh di dunia dan apa dampaknya bagi Australia. Bagi negara itu, abad ini akan memperlihatkan naiknya Asia. Transformasi wilayah Asia menjadi kekuatan pendorong ekonomi untuk seluruh dunia bukan saja tidak dapat dihentikan, tetapi semakin melaju. 
"Dalam abad ini, wilayah tempat kita hidup ini akan menjadi tempat tinggal sebagian besar kelas menengah dunia. Wilayah kita akan menjadi penghasil barang dan jasa terbesar di dunia dan menjadi konsumen terbesar barang-barang itu," kata Gillard dalam bagian pembukaan Buku Putih itu.
Selain itu ada faedah-faedah sosial dan budaya yang besar yang akan diperoleh dari memperluas dan memperdalam hubungan orang ke orang di seluruh wilayah ini. Australia telah mendapat faedah dari kehausan Asia akan barang-barang mentah dan sumber energinya. "Tantangan bagi kita adalah kita sekarang harus mencari jalan bagaimana Australia dapat mengambil faedah dari apa yang selanjutnya diperlukan oleh Asia. Australia tidak memperoleh kesempatan-kesempatan ini begitu saja," kata Gillard.
Mengenai isu-isu keamanan, dokumen strategi itu menyatakan bahwa kebijakan apapun yang ingin membendung pertumbuhan militer China tidak akan berhasil. Sebaliknya, ungkap cukilan garis besar dokumen itu, Australia bisa menyeimbangkan hubungan dengan AS sekaligus mendukung kekuatan militer China yang sedang tumbuh. 
AS merupakan sekutu militer terdekat Australia. Ini terbukti dengan diizinkannya penempatan lebih banyak pasukan Marinir AS di Darwin, kota di utara Australia, dalam jangka waktu lima tahun. Manuver AS ini mengundang sorotan tidak hanya China, namun juga Indonesia. 
"Kami menerima pertumbuhan militer China sebagai dampak alamiah dan sah dari berkembangnya ekonomi dan meluasnya kepentingan mereka," demikian menurut dokumen Australia itu.  
Namun, "Penting bagi China dan negara-negara lain di kawasan Asia untuk menjelaskan kepada para tetangga mereka akan laju dan skala modernisasi militer masing-masing untuk membangun kepercayaan." 
Posisi Indonesia
Dalam dokumen itu pun Australia juga berkepentingan memperkuat hubungan dagang dan bilateral dengan Indonesia. Salah satu tetangga dekat Australia itu tengah mengalami kebangkitan ekonomi.
Bagi Australia, kebangkitan Indonesia setelah menjalani era reformasi turut menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam pembangunannya di Asia. "Negara ini tampil sebagai kekuatan yang baru bangkit: makmur, demokratik, dan diakui atas kepemimpinannya di tingkat regional dan di luar kawasannya," ungkap dokumen kebijakan itu.
Bagi Australia, GDP Indonesia - dalam bentuk paritas daya beli - telah lebih besar dari Australia sejak 2005. Punya sumber daya alam yang tersebar luas dan berdekatan dengan para pengguna produk-produk mineral terbesar dunia - seperti China, India, Jepang, dan Korea Selatan - membuat Indonesia berpotensi menjadi salah satu eksportir terkemuka panas bumi dan mineral-mineral lain.
"Pertambangan dan sektor sumber dayanya telah menarik bertambahnya jumlah para pemodal asing, termasuk perusahaan-perusahaan Australia," ungkap penilaian Canberra yang terpampang di laman resmi Departemen Luar Negeri.
Ekonominya yang tumbuh rata-rata di atas 5 persen dalam sepuluh tahun terakhir, ditambah ekonomi berbasis konsumsi yang kuat membuat Indonesia termasuk berhasil melalui krisis keuangan global 2008, yang masih menghantam negara-negara maju di Amerika dan Eropa.
Itulah sebabnya Australia menempatkan lebih banyak diplomatnya di Indonesia ketimbang di negara-negara lain saat cakupan kerjasama bilateral kian luas. Canberra pun mengalokasikan program bantuan selama 2012-13 kepada Indonesia sebesar $574 juta, salah satu program bantuan bilateral terbesar di dunia. 
Maka, dalam memproyeksikan kondisi hingga 25 tahun ke depan, Australia memandang Indonesia bergerak menjadi salah satu kekuatan ekonomi global, dengan jumlah populasi diprediksi sebesar hingga 272 jiwa pada 2050. Ini sejalan dengan makin bertambahnya jumlah kelas menengah di Indonesia dan kian berperan dalam kepemimpinan di tingkat regional dan global.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar